Kunang-kunang Kurmala


“Kurmala, apa yang kau lakukan di sana?!” Jeral berteriak memanggil Kurmala yang sedang asyik menonton kunang-kunang. Ia menepuk pundak Kurmala dari belakang, lalu berkata, “Hey, kamu sedang apa?”
“Shh, jangan berisik. Lihat deh, kunang-kunangnya lagi bernyanyi.” Sorotan mata Kurmala tetap mengarah kepada sekumpulan kunang-kunang di udara.
“Aduh, kamu itu kerjaannya mengkhayal mulu. Udah yuk, pulang. Dicariin Mama kamu tuh!”

“Aku nggak mengkhayal.” Kurmala akhirnya menoleh ke Jeral. “Kunang-kunang itu bagaikan peri-peri di negeri dongeng.”

Bola mata Jeral bergeser ke atas sambil menggaruk-garuk kepalanya. “Hmmm, kenapa bisa begitu?”
“Karena mereka sama-sama menerangi malam gulita.”
“Apaan sih kamu! Udah yuk, ah, pulang!”
“Kamu pulang sendiri aja deh, aku masih mau di sini,” bantah Kurmala
“Yaudah deh, terserah kamu aja.” Jeral pergi meninggalkan Kurmala
Kurmala kembali pada posisi semula. Dengan sangat teliti, dia menangkap kedap-kedip cahaya kunang-kunang yang sesekali terjadi. Satu… dua… tiga… ia menghitung jumlah kunang-kunang itu.
“Jumlah kalian banyak sekali. Aku mau bawa beberapa deh.” Kurmala membuka tas pundaknya, kemudian mengambil toples kosong untuk memasukkan beberapa kunang-kunang yang diinginkannya.
Kurmala pulang. Tidak hentinya ia memerhatikan kunang-kunang hasil tangkapannya. Dia masuk ke kamar, lalu menaruh toples itu di samping tempat tidurnya. Dia terlelap seketika.

Tidak lama setelahnya, lampu kamar mati. Kurmala tidak bisa tidur tanpa lampu. Dia kembali terjaga. Dia berteriak memanggil Mama, namun tiada guna upayanya itu. Ia menengok ke toples, kunang-kunang sudah tidak ada di toples. Kurmala menyadari kalau kunang-kunang itu berada di atas kepalanya. Kunang-kunang melesat ke luar kamar. “Hey, mau kemana kamu?” panggil Kurmala.
Kurmala membuntuti kunang-kunang. Ia membuka pintu kamar, lalu menemukan ruangan yang lebih gelap daripada kamarnya. Tidak ada cahaya sedikit pun di sana. Kurmala mulai merasa takut. Ia meneriakkan kata Mama dan Papa bergantian, namun ia seperti berada di antah berantah.
Sebuah suara terdengar. Senandung merdu pelan-pelan diiringi oleh alunan musik yang halus. Lama-kelamaan terdengar semakin jelas, namun tidak nyaring. Begitu halus seolah ada simfoni yang digelar di depan rumah.
Kurmala yang menyadari hal tersebut, segera menerka-nerka jalan untuk mengikuti arah suara musik itu. Di ujung penglihatannya, terlihat cahaya mungil bersinar. Kurmala menyipitkan mata. Ia berjalan ke arah cahaya itu, ternyata membawanya kepada sebuah pintu.
Kurmala membuka pintu itu. Betapa kagetnya ia, ketika melihat pertunjukan musik yang sangat megah. Para penonton bergila-gilaan menikmati pertunjukan itu. “KURMALA!” Lebih tertegun lagi  saat namanya dipanggil untuk berdiri di panggung. Kurmala tidak tahu apa yang sedang terjadi. Yang ia tahu, panggung itu diisi oleh sebuah band yang personilnya merupakan para serangga. Mereka bukan manusia.
Jantung Kurmala berdetak kencang. Ia tidak menyangka kalau dia akan masuk ke negeri serangga. Yang lebih mengagetkannya lagi, band itu adalah para kunang-kunang; makhluk kecil tidak berdaya penerang malam
Kurmala sampai di panggung. “Bawakan kami salah satu lagu malam ini,” sahut salah satu personil band itu, dia menggunakan kaca mata hitam dengan bokongnya yang bekerlap-kerlip. Kurmala menggeleng. Wajahnya pucat. Dia merasa asing di tempat itu. “Ayolah!” Kunang-kunang itu terus mendesaknya.
“Aku nggak bisa nyanyi,” jawab Kurmala.
“Oh ya?! Baiklah, mungkin kamu hanya butuh sedikit motivasi.” Personil band itu memimpin penonton untuk menyorak-nyoraikan nama Kurmala. “KURMALA! KURMALA! KURMALA!—“ dan seterusnya. Kurmala tetap enggan bernyanyi. “Okey, okey, kalau begitu, kamu saja yang menikmati pertunjukkan kami.”
Diawali oleh string gitar listrik yang nyaring. Lalu, drum menusul. Ditambah sorak-sorai penonton yang heboh. Musik rock menghantam seisi ruangan. Hanya Kurmala di sana yang mabok akan pertunjukan itu. Ia menutup kedua telinganya; bergegas turun dari panggung.
Dia berlari ke pintu yang membawanya kemari tadi, namun usahanya terhalangi oleh serbuan serangga. Mereka menyergap jalan Kurmala. Mereka menghantui Kurmala. Wajah mereka sangat seram dengan senyuman sangar. Jari-jari tangan mereka yang runcing menjalar-jalar. Telinga Kurmala terasa ingin pecah.
Kurmala berteriak sekeras mungkin.
Ia terjaga.
Kurmala mengerti sekarang. Serangga itu ingin pulang. Kunang-kunang yang ia tangkap tidak betah bersamanya. Kunang-kunang itu memiliki rumah dan keluarga sendiri.
Kurmala segera mengembalikan kunang-kunang itu ke kebun.
***
Matahari telah bersinar. Kurmala bangkit dari tempat tidurnya dan bersiap untuk bersepeda pagi bareng Jeral. Jeral sudah menunggu di depan gerbang rumah Kurmala. “Hey, Kurmala. Selamat pagi. Aku punya hadiah buat kamu.” Jeral mengeluarkan toples dari tas. Toples itu berisi kunang-kunang. “Kamu benar, kunang-kunang itu bisa bernyanyi. Aku mendengar senandung mereka tadi malam. Karena penasaran, aku keluar rumah. Ternyata benar, ada sekumpulan kunang-kunang di depan rumah kamu. Aku tahu kamu suka kunang-kunang, jadi aku tangkap aja deh untuk kamu.”
***
Kurmala berjalan kembali ke rumah setelah mengembalikan kunang-kunang itu ke kebun. Tapi, sekumpulan kunang-kunang itu malah mengikuti Kurmala dari belakang secara diam-diam. Di saat yang sama, Jeral keluar dari rumah dan menemukan segerombol kunang-kunang.

Comments

Popular Posts