Between Love and Intellectual Awareness from Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer, Reasons Why It's A Brainfood!

 

Hello, good morning! kali ini aku mau bahas tentang buku masterpiece roman sastra dari penulis legendaris Pramoedya Anantra Toer! Karya ini udah ada sejak tahun 2005. tapi aku baru baca tahun 2021, bahkan setelah filmnya sudah ditayangkan di bioskop. But, aku nggak mau review bukunya, tapi yah.. ulasan aja dikit, Sebagai catatan pribadi aku juga, mengingat buku ini lumayan  nge-share banyak knowledge kepada para pembacanya. Knowledge dalam artinya wawasan secara intelektual.

Sinopsis

Minke, seorang pribumi yang pintar, berwawasan luas, suka menulis, dan seorang playboy. Meski begitu, pada akhirnya Minke bertemum dengan Annelise, perempuan keturunan Belanda yang cantiknya tidak ada yang menandingi. Mereka jatuh cinta layaknya dua sejoli muda yang mabuk asmara. Perjalanan cinta mereka tidak mudah dan penuh pelik kontroversional para tokoh hebat yang usianya jauh lebih dewasa dan sudah hebat daripada Minke yang masih berusia 17 tahun. Mulai dari dibenci oleh calon kakak iparnya, nyaris dikeluarkan dari sekolah, kekhawatiran akan ancanman pembunuhan, hingga berhadapan dengan pemerintahan Belanda. Minke yang masih terlalu muda namun harus menghadapi konflik berat layaknya seorang dewasa. Belum lagi banyak sekali pergulatan mengenai issue kebangsaan antara eropa dengan pribumi.

Cocok untuk yang suka sastra dan aware dengan issue intelektualitas

Kalian bisa banyak baca di internet sinopsis atau gambaran sedikit sebenarnya tentang apa sih cerita dalam  fiksi Bumi Manusia ini, bahkan udah ada film nya juga yang berdurasi 3 jam. Ya, ini lebih dari sekadar roman menurutku. Aku suka sama bumbu-bumbu intelektualitas yang dibahas di dalamnya. Misalnya ketika Minke berdiskusi bersama tokoh Miriam dan Sarah. Mereka yang merupakan orang eropa takjub dengan orang pribumi berpengetahuan luas menggambarkan betapa rendahnya pribumi, namun menjadi sangat menonjol ketika ada satu yang seakan bisa merubah dunia. Aku pun sedih menjadi seorang pribumi yang bahkan sampai sekarang, masih belum ada kemajuan (secara mindset) menandingi bangsa eropa.

Bukan bermaksud kebaratan, tapi mengikuti cara berpikir orang eropa tidak ada salahnya. Kira-kira seperti inilah prinsip hidup tokoh Minke.

Tokoh Minke juga memiliki banyak teman dan lawan dengan orang-orang hebat. Seperti Jean Marais, seorang Pelukis asal Perancis yang juga memberi banyak pelajaran hidup kepada Minke, atau Dokter Martinet yang juga memberikan banyak sekali nasihat kepada masalah-masalah Minke. Mengingat usia Minke baru hanya 17 tahun. Sedangkan lawan terbesar nya adalah keluarga tersohor sekaligus pemerintahan Belanda yang ingin mengambil hak asuh  Annelise untuk tinggal di Belanda. 

Belum lagi ketika Minke hendak dikeluarkan dari sekolah, wah! Mau jadi apa bangsa ini! Malu-maluin aja ini cerita, orang pribumi berhenti sekolah, tapi sukses dalam percintaan. Aku sedikit geli saat membaca plot ini. Woi, yang benar lah nih buku! tapi untung aja nggak jadi dikeluarin dari sekolah. 

Aku baca buku fiksi ini berasa kayak baca buku sejarah, atau something kayak auobiografi yang menambah wawasan dan sangat inspirational, tapi dikemas dalam bentuk cerita fiksi.

Fyi, tokoh Minke sebenarnya memang terinspirasi dari perjalanan hidup seorang yang nyata bernama Tirto. seorang wartawan pribumi yang kisah cintanya pun seperti dalam cerita, tapi sudah dimodifikasi oleh Pram.

Oleh sebab itu lah, dialog yang dikembangkan Pram dalam buku juga merembet sedikit tentang tokoh-tokoh dunia dan sejarah masa kolonial.

Roman Dewasa yang dimainkan Oleh Anak Muda

Aku nggak begitu memperhatikan romantisme antara Annelise dan Minke. Menurutku seolah agak menyinggung perempuan pribumi seolah tidak memiliki kecantikan yang setara dengan perempuan eropa. Tapi yah... emang nyatanya seperti itu, beauty standard orang pribumi adalah perempuan berkulit putih, mau dilihat dari mana juga sudah pasti pribumi kalah dengan orang bule yang kulitnya pucat.

Ditambah lagi usia Minke masih 17 tahun yang notabene kurang pantas menghadirkan adegan-adegan romantisme dewasa yang harus tidur sekamar dengan yang bukan mahromnya, apalagi dia seorang islam di sini. Tapi, somehow adegan-adegannya menggambarkan gaya pacaran pemuda-pemudi, entah sebuah sindiran atau sengaja dibuat demikian rupa demi meningkatkan estetik sastra di dalamnya, biar lebih dramatis aja gitu. Emang gue juga nggak suka gaya pacaran hiperbola adegan-adegannya. Masalahnya ini jadi kayak apa ya... mengesampingkan nilai-nilai agama juga, lo pintar, tapi gak paham nilai-nilai agama, kasarnya gitu. Tapi nggak salah sih jika membahas tentang pernikahan muda, pelataran diambil saat masih abad 20, dimana memang banyak pernikahan mudah. Noticeable lah, ini buku buat 21 tahun ke atas. Haha. 

Instead of making a beautiful classic love story, it sounds more looked like a dramatic childish relationship.

That's why aku nggak begitu suka cerita roman klasik gini

Konflik Rasisme yang Sangat Terasa

Menurutku konflik rasisme adalah pengangkatan masalah sentral dari keseluruhan cerita y. Ini lah issue yang diangkat dalam buku ini. Perbedaan intelektualitas antara bangsa eropa dengan pribumi, gaya hidup, dan sebagainya. Tapi jujur aku suka. Dan sebenarnya konflik perbedaan kebangsaan inilah yang menjadi tembok tertinggi bagi Annelise dan Minke harus hadapi.

Pembaca akan merasakan sekali perbedaan antara orang eropa dengan pribumi, mulai dari cara bicara, gaya hidup, wawasan. Gimana ya... aku merasa bahwa issue ini masih terasa bahkan sampai sekarang. Orang yang gaya hidupnya kebaratan memang tampak lebih keren, lebih sukses, lebih hebat.. Tapi kenapa sih pribumi dengan karakter alaminya sendiri tidak bisa menjadi pribumi yang tampak hebat juga. Nah, buku ini bahas hal tersebut! Makanya buku ini jadi masterpiece! Jadi pembaca bisa merasakan konflik batin ketika baca buku ini.


Ok, kayaknya segitu aja yang bisa aku share. Semoga memberi wawasan! Have a nice day everyone!

Comments

Popular Posts