Kasus Lina Arumiya
Judul sebenarnya: Air Susu Dibalas Penghuni Bawah Tanah
Pasien ke seratus sedang digiring oleh ambulans pada pukul lima sore. Bunyi khas dari mobil ambulans berdengung di rumah korban setelah salah satu kerabatnya melapor insiden tak wajar ke rumah sakit. Sesuai dengan keadaan korban—lemas tak sadarkan diri, mual, dan keluar cairan tidak normal dari mulutnya—dokter menjelaskan bahwa adanya indikasi keracunan makanan. Persis dengan kebanyakan kasus yang akhir-akhir ini memadati rumah sakit. Dokter juga berkata bahwa kemungkinan sumber makanan yang mengandung racun tesebut berasal dari lingkungan anak-anak. Bisa dilihat dari jumlah pasien yang sebagian besar merupakan anak kecil berumur sekitar empat sampai delapan tahun.
Tim penyelidik berupaya menyebarkan kuesioner serta wawancara langsung terhadap keluarga korban. Hasil yang diperoleh rata-rata merupakan murid TK dan Sekolah Dasar. Diduga peristiwa keracunan makanan ini berasal dari jajanan-jajanan kantin yang kurang higienis. Ditemukan sejumlah bakteri yang bernaung dalam susu berkemasan kotak kardus tersebut. Pihak sekolah berkata, “jajanan-jajanan kantin, kami pastikan dikirim langsung dari pabriknya. Kami tidak pernah membeli dari swalayan luar karena harganya yang lebih murah.”
Peristiwa ini terjadi sejak sebulan yang lalu, kemudian berangsur-angsur kasus yang sama telah ditangani oleh rumah sakit. Beruntung racun yang berasal dari jajanan kantin tersebut dijelaskan bukan merupakan bakteri yang berbahaya. Korban pada awalnya hanya akan mengalami demam, pusing, dan mual. Parahnya jika keluar cairan tidak normal dari mulutnya. “Walau bakteri yang menyerang tidak berakibat fatal, namun kasus ini tetap harus segera ditangani,” tutur Pak Sapto, ketua dari Komisi Perlindungan Anak.
Pemilik dari pabrik susu murni kemasan, Lina Arumiya, diyakini merupakan dalang di balik peristiwa ini. Kenyataannya sekolah yang menyediakan produk susu berkemasan kotak di-supply langsung dari pabrik Lina setiap sebulan sekali. Bukan hanya sekolah, namun beberapa swalayan juga mengkomersialkan produk dari pabrik Lina. Sekitar dua puluh orang dewasa juga sudah terjangkit keracunan makanan. Namun, dampak yang terjadi pada tubuh orang dewasa tidak separah anak-anak. Mungkin karena anak-anak mengkonsumsi susu tersebut lebih banyak daripada orang dewasa yang cenderung tidak menggemari susu murni.
Sidang pertama dilaksanakan. Lina duduk di kursi terdakwa. Beberapa kerabat korban serta ahli gizi juga telah memenuhi ruang meja hijau. Lina mendatangkan manajer dari pabriknya serta peternak sapi yang telah lama menjadi rekan bisnisnya. “Saya tidak pernah memiliki niat untuk membunuh seseorang apalagi orang itu adalah makhluk yang masih polos,” jelas Lina di depan hakim. Suara riuh dari para penonton menyoraki Lina, dengan tanggap hakim menegaskan semuanya untuk diam.
Sidang hari itu tidak membawa hasil apa-apa. Masih belum ada bukti yang kuat kalau Lina dianggap bersalah. Susu yang telah dikonsumsi anak-anak mungkin mengandung racun. Akan tetapi, ketika pabrik serta peternakan milik Lina diinvestigasi, pabrik dan peternakan dinyatakan steril. Bebas dari kuman maupun bakteri. Hal ini membuat para peneliti sempat kebingungan. Sempat pula diduga pembungkusan kemasan yang buruk bisa menjadi dampak dari bakteri untuk masuk, namun nyatanya kotak kemasan produk dari pabrik Lina dikemas sebegitu rapat dan rapinya. Atas segala penjelasan yang dipaparkan, maka secara resmi sidang ditunda.
Lina kini ditahan oleh pihak kepolisian. Berita terkini: nama Lina Arumiya kini dihantam cibiran ratusan penduduk kota. Media dicetak dan dibagikan demi mencoreng nama Lina. Keluarga korban berdoa agar ia segera dipenjara sesuai dengan tuntutan hukum. Tidak ada jalan bagi Lina, seakan-akan kota itu telah memperkenankannya pergi sejauh mungkin. Media sosial juga ramai mengadu reaksi pro dan kontra. Beberapa orang tampaknya membela Lina dengan alasan belum adanya bukti jelas bahwa pabrik milik Lina terkontaminasi. Segelintir akun bercuitan membahas orang yang bahkan tidak mereka kenal. Lina pasrah. Ia meyakinkan diri bahwa ini memang salahnya. Yang paling membuat Lina terpukul adalah mengapa baru sekarang dia menyadari bahwa produknya telah terkontaminasi zat asing? Dia semestinya menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak benar sejak dulu.
Meski begitu, ia tetap berupaya untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Waktunya adalah seminggu sampai sidang selanjutnya. Romi, salah satu teman Lina berniat untuk membantu. Dengan waktu terbatas, mereka bertemu di kantor kepolisian. “Kamu harus membawa produk-produk baru ke laboratorium sesegera mungkin. Pastikan kamu membawanya sendiri, jangan sampai jatuh terlebih dahulu ke tangan orang lain. Saya curiga perbuatan ini adalah tindakan dari salah satu karyawan saya.”
Romi setuju. Dia membawa salah satu produk dari pabrik Lina segera setelah selesai dikemas, kemudian membawanya ke laboratorium. Seminggu kemudian, hasilnya telah keluar. Seperti yang diduga oleh Lina, produk itu steril. Tidak ada tanda-tanda kuman atau bakteri jahat hidup di dalamnya. Susu putih murni yang mengandung banyak nutrisi untuk anak-anak positif aman. Kalau begitu, Lina mengambil kesimpulan bahwa kumpulan zat asing itu menyelinap setelah keluar dari pabrik.
*
Intiplah ke bawah tanah! Sebuah ruangan berdinding kayu, hasil desain arsitektur dari pemiliknya sendiri. Ruangan yang lumayan luas untuk ditinggali satu insan. Listrik dan air terkontrol benar. Satu tempat tidur, satu meja-empat kursi, lampu gantung, peralatan dapur dan satu ruang kecil untuk mandi tertata apik. Enam tahun terakhir, lelaki itu bertahan hidup di dalamnya. Rumah petak itu terletak di bawah lapangan rumput luas yang pinggiran sisinya dipenuhi oleh ilalang. Bagai markas persembunyian—ya, memang itu tujuannya.
Ketika berumur enam belas tahun, lelaki itu kabur dari rumah akibat rasa muak yang telah lama ia tahan. Dua tahun dia hidup nomaden dari rumah teman sana ke rumah teman situ. Kemudian, bekerja di suatu perusahaan industri bangunan. Jerih payah diperoleh untuk pergi kuliah dan membangun rumah sepetak. Singkat cerita, ia lulus dan mampu menjadi seorang arsitek andal.
Tidak pernah lagi mendengar kabar dari rumah. Dia hidup sendirian. Satu-satunya alasan dia pergi dari rumah adalah rasa dengki. Di sana, seseorang mengutarakan berita baru. Orang itu adalah mata-mata yang bekerja untuknya. Orang itu adalah yang telah menyaru di pabrik.
“Salah satu produknya akan dijadikan bukti nyata,” tutur mata-mata tersebut kepada pimpinan.
“Curi dan habiskan,” perintah sang Pemimpin, kemudian menutup telepon ponselnya.
*
Romi berjalan pada trotoar. Ransel menggantung pada kedua sisi pundaknya. Ia baru saja mengunjungi pabrik susu Lina Arumiya. Di dalam ransel terdapat susu yang masih baru keluar pabrik. Kemudian, di belakangnya—tanpa ia sadari—seseorang menguntit perlahan. Lampu merah menyala. Segerombolan penduduk—termasuk Romi dan mata-mata yang menguntitnya—berjalan dalam kerumunan tanpa desak. Kesempatan emas bagi pencuri untuk mengambil barang beharga. Semenit kemudian, barang bukti sudah ada di tangan si Mata-mata. Mata-mata itu masih terus menguntit Romi.
Romi masih belum sadar. Ia berjalan gontai ke suatu café. Di luar cafe, mata-mata itu memasukkan zat asing ke dalam kemasan susu. TIdak lama, ia masuk ke café untuk mengahampiri Romi. Romi tengah duduk di kursi tinggi yang berjejer di samping bar. Mata-mata itu duduk di samping Romi yang kemudian melempar senyum kepadanya. Tas ransel Romi tergeletak di bawah kursi. Tangan si mata-mata meraba ransel itu untuk perlahan membuka ritsleting tas. Kotak susu bertakar 250 ml tersebut dikeluarkan dari saku celana. Jarum jam telah berdetik tujuh kali. Mission accomplished!
*
Ruang persidangan telah padat oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Lina duduk di kursi terdakwa. Para penuntut hukum siap mengadili. “Saya memiliki barang bukti,” sahut terdakwa ketika dipersilakan untuk membela diri. Romi adalah pembela. Ia mengeluarkan susu kotak dari ranselnya.
“Susu ini saya ambil sendiri dari pabrik. Masih asli, belum sama sekali jatuh ke tangan orang lain.” Para keluarga korban menyoraki Romi yang dianggap berbohong.
Di antara kursi penonton, mata-mata berkemeja rapi juga turut hadir. Ponselnya digenggam agar mudah untuk memberi laporan. Ahli gizi yang sudah membawa mikroskop bersiap untuk menerawang barang bukti yang dibawa terdakwa. Salah satu matanya didekatkan kepada lensa mungil miskroskop tersebut. Ruang persidangan seketika hening. Beberapa kerabat korban berbisik dalam hati. Semoga hasilnya positif. Sudah pasti ada racun di dalamnya. Sang Mata-mata tersenyum sinis.
Tiga kilometer berjarak dari titik koordinat ruang persidangan berdiri. Seseorang dengan radio mendengar berita terkini hari ini: Persidangan Lina Arumiya melibatkan ahli gizi yang melakukan penelitian di ruang sidang demi membuktikan kejelasan produk susu dari pabrik Lina Arumiya. Selain itu, jari-jari tangannya berkutat pada keyboard ponsel. Dia mengamati dari jauh.
Tiba akhirnya Ahli gizi itu selesai meneliti barang bukti. Dia menyatakan di muka persidangan,”hasilnya positif mengandug bakteri yang meracuni produk.”
Wajah Lina pucat. Dia sama sekali tidak percaya dengan pernyataan itu. Tidak mungkin bisa beracun. Jelas-jelas hasil penelitian di laboratorium adalah negatif. Dengan begitu, Lina angkat suara, “ini tidak mungkin!” suara Lina yang lantang mengheningkan atmosfir persidangan. Semua mata tertuju padanya. “jelas-jelas seminggu yang lalu, saya mengirim produk ini ke laboratorium dan hasilnya… produk susu saya tidak beracun!” Beberapa orang di persidangan menanggapinya dengan kesal. Beberapa menganggap bahwa perkataan Lina samata-mata hanya untuk membela diri. “Saya memiliki stampel buktinya.” Romi mengeluarkan stampel tersebut. Namun, Hakim lagi-lagi menenangkan persidangan.
Lina telah menjawab semua pertanyaan dengan jujur. Tidak ada yang dia sembunyikan. Lina sudah kehabisan sabar. Ia bangkit dari kursi terdakwa untuk mengambil produk susu di meja penelitian. Mata-mata yang menyadari tindakan Lina langsung mengirim pesan ke sang Pimpinan. Pimpinan itu bergegas untuk pergi ke ruang persidangan setelah membawa pesan bahwa Lina meminum susu tersebut. Kakinya berlari menaiki tangga, kemudian membuka pintu yang menyatu pada tanah di atas. Kakak!
Pemuda itu menyalakan mobil dan menyetir dengan kecepatan tinggi. Susu kotak telah diteguk habis oleh Lina. Setelah itu, ia kembali ke kursi terdakwa. Semua orang tertegun menatap Lina. Adik dari Lina Arumiya panik bukan kepalang. Tak ada prasangka sama sekali kalua Kakak kandungnya akan meminum susu beracun itu. Kakak bodoh sekali. Pemuda itu tidak pernah memiliki niat untuk menyakiti kakaknya. Dia hanya iri. Kakak yang menerima hak waris. Padahal dia, kan, juga anak dari Mama dan Papa! Seharusnya dibagi dua! Demi membebaskan dirinya dari rasa kesal, maka ia pergi. Ia yakin Kakak selalu mencarinya, namun ini adalah pilihan yang bulat. Waktunya untuk membalas. Sikap egois pemuda itu memang selalu menjengkelkan!
Rumah sakit kembali menerima telepon dengan kasus yang sama. Kali ini kerabat dari korban yang bernama Lina Arumiya. Dengan segera ambulans beranjak ke ruang persidangan atas perintah dari kerabat korban.
Adik dari korban mendobrak pintu persidangan. Wajahnya penuh dengan lesu. Napasnya tak karuan. Orang ini tampak familiar di mata Lina. “Argo,” sahutnya pelan. Matanya perlahan berubah merah, sedangkan kakinya terasa lemah. Tiba-tiba rasa pusing menyerang kepalanya. Seketika semuanya berubah hitam.
*
Di ranjang rumah sakit, seorang Kakak dari terdakwa terbaring lemas. Di samping ranjang, duduk adiknya yang kian lama menghilang. Dengan pelan sang Kakak berkata, “Jadi, kamu dalang dibalik semua ini?”
“Iya.”
“Atas dasar?”
Comments
Post a Comment