Let It Snow by John Green, Lauren Myracle, dan Maureen Johnson
O my god. Akhirnya aku selesai juga baca buku ini. Setelah sekian lama dipinjam temanku, terus aku melupakan baca buku lain dulu--padahal aku lagi baca buku ini dan belum selesai--malah dipinjamin ke teman, dan baca buku baru. How unloyal!
Aku sebenarnya lagi males banget ngeblog. Akhir-akhir ini tumben sekali cuaca Jogja nggak labil. Ketika hujan,48 jam lebih nggak behenti-berhenti sekitar seminggu lalu. Terus sekarang sudah seminggu ini, panas tak berujung. Super panas! Dan, kalau panas gini di tengah hari bolong, aku males ngapain-ngapain. Tapi, aku udah lama nggak nulis and i have to! Btw, untuk sinopsis kutulis berdasarkan sinopsis di cover belakang buku. Mengingat aku bingung mau nulis sinopsis seperti apa mengenai buku ini :D
So, here it is!
Novel review: "Let It Snow" by John Green, Lauren Myracle, and Maureen Johnson.
[SINOPSIS]
Badai salju pada malam Natal ternyata bisa mengubah kota kecil menjadi tempat yang romantis. Siapa kira jalan kaki di tengah cuaca dingin dan basah akibat kereta api mogok dapat berakhir dengan ciuman mesra dari kenalan baru yang menawan. Juga perjalanan menembus tumpukan salju menuju Waffle House ternyata dapat menimbulkan cinta pada teman lama. Dan, cinta sejati ternyata bisa datang berkat giliran kerja pagi buta di Starbucks.
Tiga kisah romantis karya tiga penulis bestseller ini--John Green, Maureen Johnson,dan Lauren Myracle--membuat kita percaya pada cinta sejati.
[DESAIN BUKU]
Satu hal yang membuat aku kaget ketika membuka halaman buku ini. Akunya aja sih yang memang nggak ngeh betul sama sinopsis cover belakang bukunya bahwa ini memiliki tiga cerita dari tiga penulis romansa. Hah, kukira buku ini sepenuhnya ditulis oleh John Green. Aku sama sekali nggak ngeh sama nama-nama penulis lainnya di cover halaman depan buku. Aku kita sepenuhnya milik John Green, untung saja ini novel si Putri. Yup, sedikit koreksi. Nama-nama penulis lain nggak terlalu menonjol di halaman depan.
Cover buku ini ciri khas buku-buku John Green. Lihat aja bukunya John Green yang The Abundence of Katherine. Maafkan jika typo. Atau, Will Greyson Will Greyson. Terlebih lagi buku dipajang bersama buku-buku John Green lainnya. Aku nggak ngerti kenapa. Mungkin nama-nama penulis lainnya tidak terlalu eksis di Indonesia, kecuali John Green. Jadi, buku ini menonjol karena ada nama John Green.
Aku nggak terlalu suka desain cover-nya. Kurang menarik aja. Lebih bagus desain versi english-nya. Hahaha. Yaiyalah! Tapi, untuk sinopsis yang tertera, ini cukup menarik perhatian. Siapa remaja yang nggak suka sama cerita romansa, apalagi kalau ceritanya ditulis oleh penulis professional.
Everything's simplified! a bit cliche with that snowy flower.
[GAYA PENULISAN]
Buku ini ditulis oleh tiga penulis yang sama-sama suka di genre romansa. Ketiganya sudah pasti memiliki gaya penulisan yang berbeda. Tapi, entah kenapa membaca buku ini, aku merasa ketiganya mmenulis dengan gaya penulisan yang nyaris sama._. entah kenapa! Sumpah! Aku mencoba menebak-nebak, mungkin karena ini novel terjemahan. Jadi, model hasil terjemahannya juga sama. Aku berasa membaca karya dari satu orang. Meskipun, tetap saja... aku udah tau deh kalau gaya penulisannya John Green lah yang paling gila. Psst, cerita dia juga yang paling geblek dan abnormal. I'm really familiar with John Green.
Samanya gimana ya..., maksudnya cara penyampaiannya itu loh. Ketiga penulis ini sih sama-sama memakai terlalu banyak dialog. Setting adegan yang berjalan stabil satu demi satu. Kecuali untuk cerita terakhir yang proglognya ditulis seperti sedang bercerita. Terus lelucon-leluconnya juga ya..., memang ala orang barat banget lah. Metaforanya juga. Sepertinya mereka kolaborasi benar-benar sampai chemistry-nya terikat deh. Aku merasa, saking terikat chemistry mereka, mereka jadi tahu gimana cara menyambung tiga cerita ini. Seakan-akan mereka sudah ada telepati satu sama lain, apa yang diinginkan penulis ini atau itu, kemudian baru ditulis. Mungkin karena itulah, gaya penulisan mereka jadi mirip.
Perlu diingat, John Green satu-satunya penulis lelaki di sini. Makanya gaya penulisan dia paling konyol. Sedangkan untuk ceritanya Johnson dan Myracle lebih deep. Mungkin karena mereka perempuan. Dan, tokoh utama cerita mereka adalah perempuan. John Green memakai tokoh utama pria.
Tapi, mungkin yang rada belibet itu ada di cerita ketiga yang terakhir. Penjelasan prolognya menurutku rada belibet. Adegannya nggak fokus. Campur aduk, jadi bikin pembaca bingung sendiri. Tapi, di prolog aja sih. Untung aja di pertengah cerita itu, dijelasin lagi konflik ceritanya. Jadi, nggak cuma sekali penjelasan, tapi ada penjelasan lagi nantinya dan itu memang wajib. Karena, penjelasan pertama kali, yaitu di prolog memang rada membingungkan. Kayak masih rancu gitu.
[CERITA]
Ah! Aku suka tiga-tiganya! Bagus banget adegan-adegannya. Cerita dari John Green pun tumben nggak geblek-geblek amat. Sepertinya dia menyesuaikan ceritanya dengan dua penulis perempuan lainnya yang sudah pasti lebih emosional. Dan nyatanya memang begitu. John Green yang kurang romantis adegannya di sini. Di bagian ending.
Yup! Semuanya so romantic only in the end. Aku tuh kayak selalu senyum sendirian, dan nggak pernah sabar buat mencapai adegan terakhir. Karena aku tahu bakal kayak apa dan selalu menjadi adegan favoritku. Kecuali karya John Green, yang ending-nya nggak romantis-romantis amat.
Tapi, aku paling suka ceritanya John Green, sih! Geblek, seru, dan pokoknya konyol. Aku nggak ngerti lagi kenapa dia bisa kepikiran cerita kayak gitu. Dan, tentunya paling menghibur. Maksud menghibur di sini adalah komedinya paling menonjol. Pantas saja cerita dia ditaruh di tengah.
Untuk cerita pertama, yaitu karya Maureen Johnson, ini menurutku yang paling romantis. Aku suka banget sama istilah love at first sight, dan istila tsb dia pakai di cerita ini. Dan, cerita terakhir karya Lauren Myracle, dia diwajibkan untuk mengumpulkan semua tokoh yang ada di buku untuk bertemu. Menurutku itu agak sulit. Dia harus menulis cerita yang sangat menonjolkan kesinambungan antara cerita satu dan dua. Kamu bakal ngerti maksudku kalau sudah membaca buku ini.
Di cerita ketiga pula, menurutku yang paling menonjolnya persahabatan. Cerita kedua juga menonjolkan persahabatan, tapi yang paling berasa ada di cerita ketiga.
btw, buku ini memakai multi sudut pandang orang pertama. Tiga ceritanya semua pakai sudut pandang orang pertama dengan tokoh yang berbeda. Menarik!
Buku ini menurutku kurang cocok kalau dibaca oleh laki-laki. Karena, menurutku ceritanya masih sangat girly. Adegan-adegannya juga emang cewek banget. Penulis tahu betul perasaan cewek dan keadaan cewek menghadapi masalah percintaan. Again, kecuali John Green. Tapi, John Green cukup paham apa yang akan dilakukan cewek dalam menghadapi persoalan cinta dalam buku ini. Terbukti dari cerita yang dia tulis di sini
Terus... apa lagi, ya.
Hmm,
Oh ya, hampir lupa. Menurutku untuk membaca buku ini mesti nggak boleh putus-putus. Maksudnya, kalau kalian baca buku ini putus-putus, kayak misalnya baca udah sampai halaman 50, terus baru dilanjutin lagi dua minggu kemudian, kalian bakal lupa. Nggak ingat sepenuhnya sama cerita yang udah kalian baca. Karena tiga cerita ini tuh saling memaksa kalian untuk mengingat. Aku ngalamin sendiri, soalnya. Kalau udah lupa, percaya deh, kalian bakal baca lagi ke halaman sebelum-sebelumnya yang udah dibaca, dan nyengir-nyengir sendiri. Jadi, kalau bisa dibaca dalam waktu pendek. Nggak usah ditunda-tunda.
Buku ini memiliki kejutan-kejutan kecil. Well, nggak kecil sih sebenarnya. Aku nggak bisa kasih tahu karena menurutku lucu gitu dan sangat kreatif. Aku suka banget sama ide buku ini. Bagusnya lagi, mereka membuat judul baru untuk buku ini, bukan mengambil salah satu dari tiga judul cerita yang ada. Absolutely balance!
Alright! That's all i could tell you about this book. Intinya minus buku ini sedikit dan memang oke semuanya sih! Aku suka! Meskipun, setelah tahu bahwa ceritanya berbeda-beda, aku males bacanya. Aku nggak suka baca banyaak cerita pendek dalam satu buku. Tapi, no! Buku ini berbeda. Kejutan-kejutan kecil itu lah yang membuat aku jadi nggak males lagi baca cerita-cerita pendek yang ada di satu buku. ;D
Comments
Post a Comment