I Read This Book In A Condition My Heart Tear Apart: Senja, Hujan, & Cerita Yang Telah Usai by Boy Candra


Pada saat ini, aku membaca buku , serta menuliskan tentang buku karya Boy Candra, dalam keadaan hati yang benar-benar sakit. Sebenarnya ini bukan buku aku, dan bukan aku juga yang membelinya secara sengaja untuk benar-benar enjoying the broken heart. Ini buku adikku. Karna termasuk dalam list recommendations di toko buku, jadi aku penasaran buat baca. Kedua kalinya aku baca buku Boy Candra.

Mereka yang di sekitarku menganggap aku berlebihan, overthinking, well.. yeah, i think i do. Tapi, aku selalu mengatakan pada mereka bahwa mereka tidak mengerti, bahwa mereka  tidak berada di posisiku. Kemudian, adikku menjawab, semua orang yang sakit hati pasti seperti itu bicaranya. Yah, mau bagaimana lagi, memang seperti itulah adanya.

Aku membaca buku ini, memang sengaja sih, sengaja seolah meratapi setiap kalimatnya yang mempresentasikan persis seperti apa yang sedang aku rasakan saat ini, Sudah tidak bisa digambarkan lagi rasa sakitnya gimana. Ibaratnya luka yang udah kering, tapi kebuka lagi dan lagi. The main idea was that as simply as dissapointed by the game of love.


[TENTANG BUKU]
Judul Buku: Senja, Hujan, & Cerita Yang Telah Usai
Penulis: Boy Candra
Halaman: 238
Penerbit: mediakita


Sebenarnya aku gak berniat review buku ini sih, karena ini bukan novel, bisa dibilang hanya buku kumpulan prosa. Curahan hati, i would say. Dan benar-benar cocok buat kita yang sedang patah hati gara-gara cinta, apapun alasannya. You would feel noticed. Seakan ada yang mengerti kamu. Gaya bahasanya juga hiperbola sekali. Wah, fix sih ini curahan hatinya Boy Candra. Gak banyak menggunakan bahasa perumpamaan, bahasanya sederhana, directly representates the voice of heart. Seakan menyadari bahwa kita tidak sendirian di dunia ini. Bukan satu-satunya hati yang terluka.

Apalagi sejak Desember 2019, saat itu musim hujan, aku dan dia masih sering bertemu. Tangan aku selalu aja kedinginan, dan dia selalu menggenggamnya supaya hangat. Lucunya, ada kata 'hujan' juga di buku ini. Begitu lah, dia datang dan pergi saat musim hujan. Sejak Desember  2019 sampai Maret 2020, Jogja sering hujan. Apalagi sekarang sedang musim pandemi covid-19, rasanya sedih melihat bumi seakan permukaannya sudah retak, dan penopangku untuk berdiri tegak malah hilang.

Buku ini secara implisit, mengajarkan kita untuk 'menerima'. Kalau kata temanku, 'merelakan', Meskipun tidak mudah. Klise, tapi memang satu-satunya yang bisa menjawab adalah waktu. Buku ini susah move on, akupun begitu, Buku ini mengajarkan untuk mencintai, tapi beriringan mengajarkan untuk melepaskan. Karena melepaskan bukan berarti berhenti mencintai.

Karena dia terlalu baik. Terkadang itu satu-satunya alasan mengapa sulit untuk melepaskan, meski sudah dibuat sakit. However, aku ingin melepaskan, walaupun orang itu baik sekali, Susah kan?

Ditinggalkan ataupun yang meninggalkan, dua-duanya aku lakukan. Buku ini juga melakukannya. Kalau kamu gimana?

I'm sorry i'm being oversensitive, it's just... i need to write to relieve.

Comments

Popular Posts