Bahasa Project - I'm Coming, Paris!

Mia memandang cermin yang terletak di dinding kamarnya. Mulai dari bagian paling atas, yaitu rambutnya, hingga bagian paling bawah, yaitu telapak kaki. Kemudian, Mia menyentuh cermin dengan telapak tangan kanannya. Ia mencoba untuk membuka memori itu melalui sudut pandang bola mata hitamnya yang saling bertabrakan. Mia ingat saat Mama berkata, bahwa suatu hari cinta itu akan datang menerima Mia apa adanya. Jangan percaya cermin, ia adalah penipu yang paling hebat, tetapi percayalah pada cinta. Sejak itu, Mia jarang sekali berhadapan pada cermin.

Tangisan Mia pecah. Ia melempar diri kembali ke ranjang. Air matanya mengendap ke bantal yang ia tumpu pada pipinya.  Perasaan sedih itu menyeruak ke dalam dirinya.

Setelah merasa tenang, Mia menyibak tirai jendela yang berdempetan pada pinggir ranjang. Ia membuat celah melalui tirai itu. Ia melihat halaman luas rumahnya. Dulu, Mia sering bermain bersama Mama. Seringkali, Mama berkata, bahhwa Mia harus menjadi seperti salju. Putih, sederhana, namun berkilau, membuat siapa pun menjadi bahagia. Betapa indahnya segerombol kepingan salju itu. Kepingan salju memerangkap Mia ke dalam dinginnya malam. Tanah yang terselimuti oleh gumpalan lembut berkelap-kelip menyetarai warna awan. Semua itu menggiring nostalgia Mia kepada Mama.

Salju dan cermin tidak ada kaitannya sama sekali. Namun, Mia mengerti makna dari kedua benda mati itu. Mia tersenyum mengetaahui hal ini. Mia berjanji untuk mewujudkannya.

Langit masih terlihat pucat. Beker menyeru lamunan Mia, lalu menariknya kembali pada realita. Tidak lama, suara ketukan menembus pintu kamar Mia. "Mia, kamu siap, kan, untuk hari ini?" Mia mematikan jam bekernya, lalu menjawab, "Iya, Pa. Mia siap."

Mia bergegas untuk memulai rakitan pada hari ini. Mia siap untuk membuat jalannya sendiri, serta mewujudkan permintaan Mama. Mia hampir menggapainya, Ma, seru Mia dalam hati. Inilah saatnya. Jangan percaya cermin, tapi percaya cinta. Bersatu bersama salju agar bahagia bersama orang-orang tercinta.