Life Makes Love Looked Hard, Isn't It? Or no?



Pernahkah kau merasakan sakit hati? Tentu saja pernah, bukan? Bagaimana rasanya? Menyenangkan, bukan? Nyatanya, jatuh cinta itu memang candu. Aku merasakannya beberapa kali. Bahkan, sangat sulit bagiku untuk menghapus rasa itu dari hati ini. Seluruh manusia, entah yang cantik, tampan, atau yang tidak cakep-cakep amat sekali pun pernah merasakannya. Sindrom jatuh cinta adalah yang paling peka

Jatuh cinta, kan, tidak selalu kepada lawan jenis. Maksudnya, tentu saja rasa sayang kepada orangtua pun juga termasuk berasal dari sindrom jatuh cinta tersebut. Aku tidak tahu pasti nama sindromnya apa, yang jelas aku pernah membaca hal ini di majalah.
Ceritaku kali ini, bukanlah mengenai diriku, melainkan mengenai kakakku. Dia itu gila. Dia berani-beraninya mencoba bunuh diri hanya karena kekasih dia pergi. Jelas saja kekasihnya pergi, Dia telah dijodohkan oleh orang tuanya dengan perempuan lain.
"Gue mau bunuh diri aja!" keluh Kakakku sambil mendekatkan pisau pada garis hijau nadi itu.

"Kak, Kakak gila, ya? Kakak tuh nggak seharusnya kayak gini cuma gara-gara cowok. Ngerti nggak?" Aku berusaha keras untuk melepaskan pisau itu dari genggaman Kakakku.
"Lo diam, ya! Lo pergi aja dari sini!"
"Nggak, Kak! Nggak akan!"
Kira-kira seperti itu lah perdebatanku dengan Kakakku. Kejadian itu terjadi beberapa bulan yang lalu, yaitu saat aku menemukan dia di gudang. Dia tidak menyadari kehadiranku pada awalnya. Aku cuma memandanginya dari intipan. Dia menangis, tangannya gemetaran, rambutnya kusut. Apa lagi sebutannya, selain gila? Akhirnya, aku mencegahnya, sebagai adik yang baik.
Dia mendekapku saat dia sadar bahwa dia salah. Dia sadar kalau dia tidak seharusnya melakukan hal ini. Sejak kala itu, aku takut untuk jatuh cinta.
Pada suatu hari, seorang lelaki malah menghampiriku. Aku tahu dia menyukaiku, tapi aku butuh bukti. Lelaki ini berbeda. Aku tidak sanggup untuk menolaknya. Dia menawan. Dia cinta pertamaku. Pikiranku tadi terlintas. Pikiran itu hanya singgah sementara. Syukurlah! Namun, semua ini tidak berjalan lama.
Aku sakit hati. Dia sudah bersama wanita lain.
Aku rindu. Aku sangat rindu. Yang kulakukan cuma nangis sekarang. Di depan Mama pun, aku pernah nggak sengaja nangis. Aku berscerita ke Mama. Dia memarahiku abis-abisan.
"Memangnya enak ditinggalin cowok? Makanya jangan berani-beraninya bermain-main dengan cinta!"
Kalimat itulah yang melekat di otakku. Mama benar. Aku belum cukup umur untuk menanggung permasalahan seperti ini. Semuanya bagaikan misteri. Aku masih tidak mengerti. Mengapa manusia bisa jatuh cinta kepada manusia lain, padahal dia sudah memiliki manusia yang sudah sangat mencintainya dengan tulus? Ironis. Manusia terkadang bisa menjadi makhluk yang sia-sia.
Kembali kepada cerita Kakakku. Dia sudah memiliki kekasih baru lagi sekarang. Dia membawanya pulang, dan memperkenalkannya kepadaku. Mama juga menyambutnya dengan tangan terbuka. Dia beruntung. Mereka berbicang-bincang di halaman rumah. Pasangan yang manis.
Aku berpura-pura membaca buku saat Kakak masuk ke rumah, dia ingin ke toilet. Kekasihnya sendirian menunggu. Aku kembali melirik lagi ke arah pria itu. Kulihat, Mama sudah duduk di sampingnya. Karena penasaran, aku mendekat ke arah mereka.
"Kamu tidak seharusnya bersama anakku."
"Maaf, maksud Tante apa?"
"Kamu pergi saja dari sini sekarang juga."
"Tante, jika Tante tidak merestui hubungan saya dengan Eka, saya akan berusaha untuk membuat Tante percaya padaku. Saya serius dengan Eka, Tante."
"Halah! Kamu itu tidak boleh bersama anak saya. Dia belum siap untuk menikah! Pergi dari sini sekarang juga!"
Aku tidak mengerti. Bukankah Mama bahagia, Kak Eka bersama Pria itu? Tetapi, sekarang, mengapa dia menjadi bersikap seperti itu di belakang Kak Eka? Aku melihat Mama mengeluarkan pisau dari saku daster yang dikenakannya. Pria itu tertegun. Dia mengerti bahwa Mama tidak main-main sekarang.
Saat Kak Eka sudah kembali dari kamar mandi. Mama bersikap manis kepada Pria itu. Dia berubah lagi, seakan-akan dia merestui hubungan mereka.
Tidak lama setelah kejadian itu, Kak Eka berpisah dengan Pria itu.
Aku mengerti sekarang. Kak Eka tidak gila, Mama lah yang gila. Aku sempat bercerita hal ini kepada Revo, mantan pacarku. Kami berteman baik sekarang.
"Mama kamu melakukan hal serupa kepadaku. Dia berkata, 'katakan padanya, bahwa kamu sudah memiliki perempuan lain.'"
Penjelasan Revo membuatku kembali sakit hati. Rupanya, selama ini Mama lah racun di balik hubungan percintaan ini. Akan tetapi, kenapa? Aku merasa aku sudah cukup umur, kok. Aku tahu ada hal lain. Pasti ada. Aku memutuskan untuk menguak sendiri tragedi ini dari mulut Mama.
"Ma, aku sudah tahu semuanya." Mama langsung mengerti maksudku.
"Lelaki adalah makhluk yang jahat. Lihat Papa kamu."
"Mama tega. Mereka berbeda dari Papa."
Bagaikan dongeng. Bedanya, Mamaku adalah Mama kandung. Asli. Alias bukan ibu tiri. Ya, begitulah. Life makes love looked hard, isn't it? or... no.

Comments

Popular Posts