Novel Review: Hujan by Tere Liye

Halo semuanya....
Aku mau nulis lagi nih! Seperti yang tertera di judul, aku pengen review novel. Kalian pecinta buku pastinya udah tau lah ya karya-karya Tere Liye yang melegenda. Yang lagi popular di kalangan muda saat ini. "Ya ampunnnn, novelnya keren banget." Nggak sedikit yang bicara seperti itu. Aku pun, setelah pertama kali membaca novel Tere Liye, berbicara seperti itu. Memang sih, point plus pada karya-karya Tere Liye adalah dirinya yang selalu memasukkan unsur yang tidak biasa ke dalamnya. Padahal dari segi cerita dan gaya penulisan sangatlah sederhana. Hal ini yang digemari oleh para pecinta buku! Masterpiece deh pokoknya! :D

Sinopsis

Sejak bencana alam yang dahsyat itu, Lail merasa terpuruk. Hidupnya berubah. Ayah dan Ibu pergi. Akan tetapi, Esok selalu ada di sampingnya di masa sulit tersebut. Bertahun-tahun, segala macam rintangan mereka hadapi. Ini cerita tentang perjuangan keras. Lail cuma ingin melupakan perasaan itu. Namun, Esok tidak ingin dia lupa.

Oke! Mari kita review salah satu novelnya, yaitu Hujan. 

Sampulnya simple sekaliii. Tidak terlalu menarik perhatian sih, menurutku. Mungkin, itu lah kenapa aku nggak pernah beli novelnya Tere Liye. Yups! Ini pun minjam ke adikku. Hehe. 

Di belakang cover tidak terdapat sinopsis. Ketika pertama kali aku memegang buku ini, aku tuh..., nyariin sinopsisnya. Menyebalkan, benar-benar bikin totally curiousy nih buku. Dari tagline yang dipaparkan penulis di cover belakang buku, pasti membuat orang pertama kali berpikir bahwa ini hanyalah novel biasa yang cliche. Namun, again,  Tere Liye sangat pandai memasukkan suatu unsur baru ke dalam karyanya. Unsur baru itu maksudnya adalah sesuatu yang jarang dilirik oleh orang awam seperti kita. Aku tidak tau sih, seperti apa novel Tere Liye yang lain, namun pertama kali membaca novel Tere Liye, memaksaku untuk membeli novel-novelnya yang lain lagi. Bagus banget, habisnya! :D


Hujan, kata yang paling sering banget dipakai oleh penulis mana pun. Terkesan sedih, terkesan dramatis, sangat melankolis. Penulis melegenda macam Tere Liye pun menggunakan kata hujan untuk menggambarkan emosi si pelaku utama. 

Baru baca bab satu aja, kita akan langsung dibuat terkesan oleh imajinasi Tere Liye yang selangit itu. I mean, how the hell did you get an idea related to a kind of scientific thing? Sulit loh! ini bukan tema yang biasa. Ketika harus menulis hal-hal yang berhubungan dengan bidang yang tidak biasa, yang... apa ya bahasanya. Pokoknya tuh kayak bidang politik, bidang ilmu pengetahuan kayak gini pasti sulit. Butuh banyak banget referensi. Berbeda ketika menulis cerita yang hanya berdasarkan imajinasi belaka. Yang benar-benar fiksi, semacam fantasi gitu. Kita membuat dunia sendiri, begitu bebas. Namun, ini..., penulis wajib memiliki banyak referensi. Tapi, sebenarnya menulis apa pun memang butuh referensi sih. Wawasannya harus luas. 

Tere Liye terlihat mahir menulis sebegitu detil hal yang berhubungan dengan ilmiah. Para pembaca yang tidak begitu suka science--seperti aku-- mungkin akan sedikit merasa malas membaca informasi yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. 

Tere Liye kelihatan banget memiliki wawasan luas, Dia rajin membaca. Memang harus kutu buku sih kalau ingin jadi penulis. Dari hal ini, aku pun belajar--semoga kalian belajar juga-- bahwa jika ingin jadi penulis tuh, kita harus baca apa aja, Jangan cuma novel yang dibaca, tapi majalah, artikel, koran, itu juga boleh banget dibaca. Jikalau sering baca novel, jangan cuma sekadar baca, tapi terka gaya bahasanya, jalan ceritanya, gaya penulisannya, bahkan kita juga bisa menebak-nebak kepribadian dari si penulis, seperti apa tipe penulis buku yang sedang kita baca. Apakah dia yang super pandai, dia yang super dramatis dan melankolis, atau dia adalah tipe orang yang family-oriented?

Okay, lanjuuuuuuttt! Dari segi jalan cerita it is too perfect! and too perfect sometimes make a story unrealistic, because no one is perfect. Maksudnya yang sempurna di sini adalah adegan-adegannya. Memang sih, di dalam buku, kita tetap menemukan kiasan hidup bahwa hidup itu berputar, tidak selalu di bawah, dan tidak selalu di atas. Namun, adegannya itu loh! Misalnya ketika dijelaskan bahwa Lail dan Maryam berlari sejauh 50 kilometer. Yang benar saja! They are just about seventeen, kalau gak salah. Dan, di setting zaman ceritanya adalah ini adalah zaman super modern. Teknologi sudah maju semua. A bit impossible, ketika manusia harus bersusah payah. Kemudian, Esok, yang super sempurna itu? it was too perfetct!

Tapi, gakpapa sih. Itu lah imajinasi. Adegan-adegan seperti ini lah yang membuat para pembacanya terkesima. Terkadang hal yang tidak masuk akal, malah terkesan masuk akal selama nyambung dengan cerita. Aku pun begitu, masih banyak mempertimbangkan apakah adegan ini masuk akal atau tidak,setiap kali membuat cerita. 

Selain memasukkan unsur ilmiah di dalamnya, Tere Liye tidak lupa memasukkan kalimat-kalimat semacam quotes gitu di novelnya. Hal ini tampak wajib karena terlihat memaksa. Tidak adanya adegan Maryam yang suka membaca buku yang isinya kalimat-kalimat kias pun tidak berdampak besar pada novel ini. Lagi pula, Maryam bukan tipe orang yang dramatis, lalu kenapa ia suka membaca cerita dengan kalimat-kalimat kias? 

Tere Liye tampak tidak ingin kehilangan penggemar kaum muda yang selera kasmarannya masih tinggi. Hihi. It's really okay! Buku cerita yang dibaca Maryam semata-mata hanyalah berguna untuk mengangkat emosi Lail. Supaya dia lebih dituntut lagi untuk berupaya menghapus memori di otak. Huuu..., keren!

Novel ini bahasanya sederhana. Enak dibaca. Namun, mengapa di satu paragraf bisa lebih dari sepuluh kalimat? it is too much, menurutku. Terkesan gak penting sih, tapi menurutku, satu paragraf yang terlalu banyak memiliki kalimat itu, nggak rapi dipandang. Oh ya, Tere Liye juga nggak banyak menggunakan majas. Bagus deh, mendingan seperti itu dari pada mikir kelamaan cuma gara-gara majas. Jangan sok-sokan pakai majas! Hihi.

Okay. Segitu aja deh review buku pertama yang aku tulis di blog ini. Semoga bermanfaat. Byehhhh!!




Comments

Popular Posts