When You Love Someone



Aku memasuki ruang kelas musik yang berada tidak jauh dari letak rumahku. Aku sudah cukup lama bisa bermain gitar, namun aku mempunyai keinginan untuk bisa mendalami kemampuanku ini. Sebagai peran anak baru di sini, guru musikku mempersilakan untuk bermain 1 lagu di depan kelas

dengan gitar sepertinya tidak ada satu murid pun yang memperhatikan kehadiranku, semuanya hanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kemudian salah satu dari mereka memukul alat musik simbal milik teman yang duduk di sampingnya dengan stick drum , sontak semua anak terdiam. "Terima kasih, Faris," ucap Bu Rita kepada murid laki-laki tersebut, rupanya namanya adalah Faris. Aku hampir bersikap gugup dan speechless tanpa melakukan apapun. Aku segera menghapus perasaan itu dan mulai memetik senar gitarku. Semua mata tertuju ke arahku. Mereka cukup terkesima dengan penampilan pertamaku lalu mereka bertepuk tangan setelah aku selesai bermain gitar.

Hari pertamaku di kelas musik terasa nyaman, ditambah lagi atas dukungan Vera, teman baruku. Dia adalah satu-satunya teman yang aku miliki sejak masuk kelas musik, sekaligus dia juga merupakan satu-satunya teman yang kumiliki. 

Seumur hidup, aku tidak pernah mempunyai teman. Sejak TK, aku melakukan homeschooling karena papa takut jika sesuatu yang buruk terjadi padaku. Kelas musik inilah yang menjadi wadah belajar pertamaku di dunia luar. Tidak mudah untuk membujuk papa agar mengizinkanku untuk memgikuti kelas musik ini, akhirnya papa sadar, bahwa aku memang pantas untuk meningkatkan kemampuanku. Ya, walaupun aku tahu, di dalam keluargaku tidak ada yang memiliki aliran darah pemusik, tapi aku rasa tidak ada salahnya untuk mencoba sesuatu yang asing atau yang baru. Lagipula menurutku, setiap manusia kan mempunyai kesenangannya tersendiri, seaneh apa pun kesenangan tersebut.

​          Pada hari kedua aku mengikuti kelas musik. Faris menghampiriku untuk mengembalikan buku laguku yang aku pikir sudah hilang. Ternyata buku lagu itu berada di rongga bawah tempat aku duduk, sejak jam pulang kelas. Itulah yang di jelaskan Faris kepadaku ketika dia memgembalikam buku lagu itu.
“Jadi kamu itu orangnya pelupa ya?” Tanya Faris sedikit menyindirku
“Sebenarnya, kalau di bilang pelupa gak juga sih, tapi memang kebetulan lagi lupa aja kemarin mungkin,” jelasku dengan hati-hati agar kedengarannya tidak lebay.
“Lupanya disengajain atau memang gak sengaja nih?”
“Hmm….gak mungkin ada orang yang sengaja meninggalkan barang yang penting baginya.”
“Ternyata di balik wajah pemalu kamu, kamu adalah orang yang banyak bicara, Faris.” Dia menawarkan jabatan tangan kanannya untuk berkenalan denganku.
“Lina.” aku balik membalas jabatan tangannya.
***

​          Malam ini, Vera menginap di  rumahku. Aku bercerita tentang Faris, sejak pertemuanku dengan Faris, aku merasa senang. Aku memiliki perasaan yang aneh, perasaan yang belum pernah ku rasakan sebelumnya. Vera ikut senang mengetahui, bahwa aku senang. Dia memberitahuku, bahwa itu adalah perasaan cinta yang memberikan candu bahagia. Seiring waktu berjalan, aku hanya merasakan perasaan senang itu setiap kali berada di dekat Faris. Sepertinya aku memang sungguh merasakan hal itu.

​          Kata Vera, Faris adalah orang yang pendiam dan tidak mudah dekat dengan orang asing yang sama sekali belum dia kenal, tetapi banyak perempuan yang tertarik padanya karna kemahirannya bermain music, mungkin aku beruntung karena bisa menjadi salah satu yang terpilih berhasil menjadi teman dekat Faris. Vera juga bilang, bahwa Faris ini suka sekali melamun tidak jelas, terbukti saat aku menanyakan chord lagu padanya, dia hanya diam menatap langit. Ya memang seperti itulah kebiasaan Faris yang sudah aku hafal, dia suka melamun menatap langit. Aku tidak pernah tahu apa yang dipikirkan Faris saat sedang melamun. Aku pernah ingin bertanya hal itu, tapi Vera melarangku untuk melakukan hal itu. Dia menjelaskan, lebih baik aku tidak ikut campur tangan urusan pribadi orang, apalagi jika orang itu adalah orang yang baru saja kita kenal.

Aku bercerita banyak tentang Faris ke Vera, tentang perasaanku yang semakin meluap-luap. Rasanya ingin sekali aku menyatakan perasaan aku ke dia, tapi entah bagaimana caranya. Dalam konsep pernyataan cinta ke lawan jenis merupakan hal tersulit bagi perempuan, tetapi jika sudah dilakukan, semua perasaan itu bisa berubah menjadi luluh dan lega seperti es batu yang sudah meleleh. Itulah penjelasan Vera kepadaku. Jadi, semuanya harus diutarakan terlebih dahulu.

“Aku bawa donat buat kamu, semoga suka.” Aku sudah menyiapkan satu kotak donat sebagai makan siangnya Faris karena Vera bilang, Faris sangat suka jika dikasih donat.
“Donat ini,tiba-tiba Faris memajang ekspresi murung di wajahnya sambil melihat ke arah donat-donat itu.
“Kamu suka donat kan?” Tanyaku pelan kepadanya.
“Makasih ya Lin, kamu tau aja kesukaanku. Dia memberikan senyum tipis manis.

Senyum yang selalu membuatku terus-menerus senyum-senyum sendiri setiap saat. Vera ikut bahagia jika melihatku seperti itu. Malahan, aku sering berkhayal kalau Faris adalah pangeran, maka aku adalah seorang putri yang akan dibawa olehnya ke istana megah nan indah dengan unicorn putih miliknya, tetapi kata Vera di dalam dunia nyata. Dongeng cukup menjadi khayalan semata, tetapi ada satu hal yang ada di dalam dongeng yang selalu ada di dunia nyata, yaitu happy ending. Sejak itulah, aku percaya, bahwa happy ending itu adalah impian terbesarku selain menguasai gitar.
***

Aku menyiapkan gitarku untuk latihan hari ini. Tidak lain dan tidak bukan tentu saja aku latihan bersama Faris di rumahnya, tepat di halaman rumput belakang Faris beralaskan tikar. Tiba-tiba saja Vera datang dan memohon kepadaku jika dia ingin bergabung. Aku bingung apakah aku harus menuruti permintaannya atau tidak. Ada rasa kesal untuk menolak Vera ikut denganku dan Faris latihan bersama. Aku ingin melarangnya, tapi aku tidak bisa.

“Jadi, kamu udah bisa lagu apa?” Tanya Faris
“Yang kemarin kamu ajarin ke aku, apa tuh judulnyaa?! Aku lupa.”
“Owhh, yang itu, coba mainin, aku mau dengar,” perintah Faris penasaran.
Aku mengeluarkan gitar ku. Siap untuk lagu pertama
Jangan mainkan lagu itu Lin
Tepat sebelum aku memetik senar gitar ku untuk memulai lagu, Vera berbisik kalimat itu di telingaku....
“Memangnya kenapa Ver?” Aku menengok kepada Vera dengan wajah bingung.
"Aku gak suka lagu itu," Sahut Vera
“Tapi aku dan Faris suka lagu ini, kamu kenapa…”
“Kamu bicara sama siapa Lin?” Faris memotong pembucaraanku dengan Vera.
“Ini temanku, Vera.”

Dengan segera wajah Faris berubah pucat.

“Vera siapa?”
Tanyakan ke Faris tentang judul dari lagu itu, When You Love Someone.
“Ris, judul lagu ini When You Love Someone bukan?”
“Iyyaa… lagu itu....”
Lalu Faris terdiam lagi, mimik wajahnya semakin pucat. Dia mulai menatap lamgit lagi, padahal langit saat ini sama sekali tidak menarik.
“Itu lagu tentang apa?” Tanyaku lagi semakin penasaran
“Lin, aku pernah jatuh cinta kepada seorang perempuan bernama Vera, tapi aku belum sempat menyatakan perasaan itu ke dia, dia terlanjur pergi dari dunia ini satu bulan yang lalu.”
Katakan pada Faris kalau Vera telah merelakan kamu bersamanya.


Comments

Popular Posts