BUMI by Tere Liye


Good evening! Ah, another review.
What should i tell you about this book?
Ini sebenarnya buku adikku, tapi ketika membaca sinopsisnya di cover belakang, i think like "hm, sounds good. Attractive." Aku juga memang pengen nyari buku yang teenager bannget, tapi ada fantasinya. Dan, kayaknya ini menjadi buku ringan rekomendasi untuk sumber imajinasi.

[SINOPSIS]
Bercerita tentang Raib yang berasal dari keluarga normal, namun anehnya dirinya tidak normal. Dia bisa menghilang begitu saja ketika menutup mata. Dia juga sekolah seperti anak-anak pada umumnya. Memiliki sahabat bernama Selly, dan sering diisengin oleh teman lelakinya bernama Ali. Raib memiliki dua kucing kembar, yang satu si Hitam, dan yang satu lagi si Putih. Namun, orang tuanya hanya dapat melihat si Putih dan menganggap bahwa Raib menamainya dengan dua nama, yaitu si Putih dan si Hitam, yang padahal Raib benar-benar memiliki dua kucing.

Suatu hari, si Hitam menghilang. Tak lama, sosok misterius muncul di hadapan Raib. Sejak itu, Raib, Ali, dan Seli--yang juga memiliki rahasia--mesti menghadapi petualangan yang tak pernah terduga sebelumnya.

Well, here it is the review!



[DESAIN]
It came from Gramedia Pustaka Utama, udah pasti kualitas kertasnya udah bagus banget. Desain cover depannya juga menurutku menarik. Aku lebih suka desain cover yang punyaku ini sih, daripada desain cover bukunya yang baru (the other one, you must be know it) Lebih artistik aja yang ini. Sinopsis di cover belakang bukup bikin penasaran. Tere Liye pasti kalau bikin sinopsis kayak gitu. Patah-patah. Sekilas info. Kayak bukan sinopsis. Sama kaya model sinopsisnya Perahu Kertas by Dee Lestari. Tebalnya 300 lebih halaman, nggak terlalu tebal untuk buku bergenre petualangan. Walau pada akhirnya memiliki lanjutan buku sampai ada tiga._.

[GAYA PENULISAN]
Tere Liye banget. Sebelumnya aku juga pernah baca buku Tere Liye yang Hujan, dan ya..., persis banget gaya penulisannya. Yang beda hanya di sudut pandang. Ini memakai sudut pandang pertama dari seorang remaja yang masih kekanak-kanakan dan labil, tapi Tere Liye mampu menulis dari sudut pandang dari remaja tersebut yang khas sesuai dengan karakter si tokoh remaja tersebut (Raib). Maksudnya, cara Tere Liye memilih kata, menyusun kalimat, itu memang memperlihatnya bagaimana seorang remaja yang memang lagi becerita tentang kehidupannya. Tere Liye mampu berperan jadi remaja tersebut, and that was good.

Tere Liye kurang memperhatikan majas. Tere Liye nggak banyak bertele-tele. Nggak dramatis. Mungkin memang karena novel yang aku baca bergenre adventure sekaligus fantasi, jadi nggak banyak menyisipkan quote dramatis gitu yang sering ada di twitter. Tapi, waktu aku baca buku Hujan, dia juga nggak dramatis, padahal itu kan drama genrenya._.

Tere Liye sering kali hanya menggunakan majas yang renyah, seperti personifikasi. Lebih mengandalkan kata kerja sebagai rujukan.antar subjek dan objek. Ya, menurutku gitu. Tapi memang lancar banget sih dia nulisnya. Dia menulis tepat kejadian apa yang ada di imajinasinya. Dia menggambarkan adegan nggak terlalu mendetail, tapi jelas. Aku suka itu. Jadi, nggak ada kalimat atau paragraf yang nggak penting. Bukannya nggak ada sama sekali, udah pasti ada, tapi nggak banyak.

Dia juga menjunjung tinggi kata-kata sederhana yang dipakai sehari-hari. Meski begitu, Tere Liye pandai menyatukan kata-kata tersebut, jadi terkesan tetap rapi, meski kurang efektif setiap kalimatnya. Jadi, kalau dibilang sebagai karya sastra, ini nggak cukup nyastra banget. Kayaknya nggak cuma novel BUMI doang deh yang kayak gini. Ya, pokoknya gaya penulisan Tere Liye cukup oke.

[CERITA]
Ceritanya itu dibungkus di latar sekolahan. Aku membayangkan mereka memakai seragam putih abu-abu. Dan, ini genrenya fantasi. Imajinasiku jadi kayak film-fillm alay model putri duyung jaman dulu itu yang pakai efek editan yang abal tiap kali ada adegan sihir. Haha. Tapi, untung saja penggambaran dunia fantasi yang ada di buku ini lumayan juga. Gayanya ngikutin penulis orang barat. Tapi, yang namanya Tere Liye, pasti ada background scientific di balik ceritanya.

It wasn't the best fantasy story. Bahkan, adikku ketika sampai di pertengahan cerita, dia ngerasa udah malas baca buku ini. Bukan karena ceritanya jelek, tapi ceritanya nggak cukup membuat pembaca penasaran. Dia mengalir begitu aja tanpa memperhatikan sekitar. Intinya adalah bagaimana mereka bisa kembali pulang karena mereka terjebak di dunia fantasi tersebut. Dan, konflik petualangannya mendadak muncul.

Maksudnya nggak ada iming-iming di halaman-halaman awal, jadi nggak membuat pembaca penasaran. Konflik yang kumaksud di sini, adalah konflik akhir di mana mereka pada akhirnya akan bertemu musuhnya, dan bertarung melawan musuhnya. Aku jadi inget novel Skulduggery Pleasant karya Derek Landy. Nah, BUMI ini modelnya kayak novel itu. Cara pendeskripsian adegan-adegannya juga mirip, menurutku. Jadi, nggak cukup membuat pembaca penasaran.

Pelataran yang dipakai pun masih klise; perpustakaan, ada cermin, hutan misterius, pantai... wait, aku kurang suka sih sama latar ini. Pantai lebih terkesan romantis daripada tragedis.

Satu yang menonjol dari sosok Tere Liye, ada unsur Ilmu Pengetahuan.

Untuk remaja-remaja sendiri, buku ini asyik banget buat berimajinasi. Adegan-adegannya memaksa kita buat berimajinasi. Tapi, buat remaja-remaja yang melankolis dan suka sama novel yang ceritanya dramatis dan romantis banget. I don't suggest you to read this one. It's not Twilight. 

Kayaknya segitu aja review-nya. Nanti kalau ada yang kurang aku tambahin lagi. Btw, untuk pertama kali aku nulis postingan reveiw ini tanpa memegang subjek review ku, jadi lupa apa yang mau dibahas. Bukunya masih ditemenku, hehe :D

Comments

Popular Posts