Autumn in Paris by Ilana Tan


Good evening, smart people! ;D Jadi, kayak Deddy Corbuzier yaps! -,-
Alright! Another novel review! Aku lagi di Depok sekarang, aku nggak ada kerjaan, jadinya baca novel punya adikku deh! Ini adalah buku kedua dari Ilana Tan yang aku baca. Buku dia yang pertama kali kubaca adalah Sunshine Becomes You. But, don't worry. Aku nggak akan banyak comparing kali ini. Karena, aku baca buku itu tuh waktu masih kelas 10 SMA. Jadi, udah rada lupa kayak gimana novelnya. Dan, waktu itu aku belum melakukan novel review.

Sebelum aku mulai review, ada yang mau aku kasih tahu ke kalian. Aku benar-benar nggak suka sama novel ini. Ini novel yang nggak banget. Ini novel semacam tinlit. Dan, dia seharusnya memiliki logo tinlit di baca cover. Hmm, kayaknya itu udah terlanjur termasuk review ya. Who cares!

[SINOPSIS]
Satu pesan siaran yang disampaikan Tatsuya kepada Tara merupakan salah satu hal yang membuat Tara Dupont jatuh cinta kepadanya, dan melupakan untuk mencintai sahabatnya sejak tinggal di Paris, yakni Sebastien. Namun, ada satu konflik antara Tatsuya dengan ayah kandungnya, yang pertama kali ia temui di Paris atas permohonan almarhum sang Ibu. Konflik inilah yang membuat hubungan Tatsuya dan Tara mendadak putus.



[DESAIN]
Gue heran ya, kenapa ya kalau novel percintaan Indonesia tuh desain sampulnya keren-keren banget? Tapi, enggak juga sih sebenarnya, Aduh, kok jadi labil begini. Yang pasti menurutku desainnya simple, tapi lumayan menarik dan eye-catching ketika dipajang di bookstore. Apalagi buku ini kan dipajang barengan sama saudara-saudara lainnya yang desainnya nggak jauh persisnya. Salah  satunya  yang udah difilmkan, Winter in Tokyo. Tapi, kalau buku ini cuma dipajang sendirian tanpa didampingi saudara-saudaranya ini, aku yakin nggak akan terlalu eye-catching ketika dipajang di bookstore.

[GAYA PENULISAN]
Honestly, gaya penulisannya tidak setara dengan julukannya sebagai penulis mega-bestseller, menurutku. Ini... kayak orang baru pertama kali nulis. Aku bahkan sampai bilang ke adikku "Ilana Tan nggak bisa nulis!" Sedikit kejam, tapi menurutku seperti itu. Bahkan prolog seperti bukan prolog. Oke, aku kasih tahu bahwa prolog itu adalah perkenalan. Perkenalan cerita. Apa yang sedang terjadi di masa sekarang. Terkadang penulis membuat prolog seperti membuat ringkasan mengenai apa yang sedang dialami para tokoh saat ini. Misalnya tokoh yang sedang bersedih karena bla-bla-bla. Atau penjelasan mengenai suasana latar, well whatever it's your story

Akan tetapi, di buku ini prolog seperti bukan prolog, melainkan half epilog. Alias, penyelasaian cerita; Setengah penyelesaian cerita karena adegan itu belum benar-benar merupakan akhir cerita. Kalau dalam pelajaran Bahasa Inggris mengenai generic structure of narrative text adalah bagian complication menuju resolution-nya. Jadi, rada aneh aja sih. Dan, membuat aku bingung. Apa hubungan prolog ini dengan isi cerita? Kemudian aku pun sadar, bahwa penggambaran adegan dalam bab prolog tersebut adalah epilog. Sebenarnya bukan salah pada adegannya, melainkan bab ini tidak bisa disebut prolog. Aneh juga kalau disebut bab satu, mungkin akan lebih menarik kalau pakai judul.

Gaya menulisnya pun sederhana, nggak ada diksi sulit. Sama sekali bahasa sehari-hari. Benar-benar ringan. Mengalir juga, seperti ketika tokoh menyesap teh aja digambarkan lewat tulisan. Maksudnya nggak salah sih dengan penggambaran adegan tersebut, tapi benar-benar detil cenderung beruntut penggambarannya. Kayak misalnya "Aku bangung tidur, kemudian mandi. Aku makan. Setelah makan, mengingat tali sepatu." Dan, ini nggak banget. Bisa dilihat pada halaman 12, ketika Tara keluar dari lift. Dia melambaikan tangan kepada temannya. Yang benar saja...

Yang paling aku nggak suka lagi, banyak sekali kalimat kontradiksi. Labil sekali.... Salah satu contoh yang paling membuatku ketawa ketika masih awal-awal baca cerita adalah Tara tidak pernah tertarik dengan pria Eropa pada umumnya, dengan rambut pirang, mata biru, dan kulit putih. Tidak, ia lebih memilih yang berkulit agak gelap dan rambut gelap, atau setidaknya cokelat. Tetapi anehnya ia menganggap laki-laki jangkung berambut pirang yang beridiri di sampingnya ini menarik.

What was that kind of sentence?

Kalau memang tokoh itu nggak suka sama orang eropa, kenapa harus tertarik sama orang eropa (sahabatnya)? It was simply sebagai adegan supaya agak memenuhi penggambaran ceritanya aja sih. Menuh-menuhin paragraf.  You know what i mean? Sebenarnya, membentuk pernyataan atau kontradiksi seperti itu tidak apa-apa. Banyak penulis yang membentuk kalimat seperti itu pada karyanya, namun di novel ini terlalu banyak, jadi tidak indah.

Also, too much dialogue! 

Jujur, aku banyak melompati paragraf karena merasa malas dengan ceritanya sejak di awal-awal bab. Yang penting aku tahu ceritanya, itu lah yang aku pikirkan. Karena banyak penjelasan nggak penting aja. Diputar-putar dan diulang-ulang terus-menerus penjelasan sentral dari konfliknya Ini membuatku bosan dan tidak menikmati ceritanya. Bahkan, tidak ada kalimat-kalimat yang menyentuh. Ah, sayang sekali, padahal ini adalah novel percintaan yang cukup deep.


[CERITA]
Ceritanya sederhana. Seperti cerita percintaan pada umumnya. Satu-satunya yang menarik adalah karena berlatar pada Paris aja. Awalnya aku berharap novel ini akan menyelipkan penjelasan-penjelasan mengenai kota Paris. Tempat-tempat yang terkenal di sana, budaya di sana. Tapi, sepertinya Penulis kurang melakukan referensi. Aku tidak mendapatkan jnformasi sedikit pun mengenai seperti apa kota Paris. Kenapa hal ini menurutku penting? karena judulnya aja udah "Autumn in Paris." harus mempertanggungjawabkan judul karya yang kita buat. Mengapa kita memakai judul itu? well, ya.. setting waktunya adalah autumn alias musim gugur, tapi aku pun tidak mendapati sinkronisasi konret antara autumn dengan konfliknya. Mungkin sedikit kiasan yang kuat akan mewakili alasan di balik judulnya?

Selain itu, ada selipan mengenai promosi buku Ilana Tan lainnnya yang disinkronisasikan kepada salah satu tokoh buku ini. Ah, ini adalah trik promosi yang lumayan cerdas. Tapi, bukan berarti ini membuat ceritanya sangat menarik.

Sedikit spoiler, ini adalah kisah dua orang saudara jauh yang saling jatuh cinta. Entah udah berapa banyak cerita yang kuketahui yang memakai konflik seperti ini. Tapi, kalau dipikir-pikir konflik ini memang menarik, sih!

Intinya, cerita ini diisi oleh tokoh-tokoh para anak muda yang masih memiliki perasaan yang tidak menentu, alias labil. Meskipun mereka sudah pada bekerja, bukan lagi sekolah ataupun kuliah. Well, hati orang siapa tahu?

Terakhir, ceritanya sudah ketebak, sama sekali tidak membuat penasaran.

That's all about my review, i'm sorry, Ilana Tan. But, this novel isn't beautidul enough.

Comments

Popular Posts