Ambang Euforia



Pada akhirnya, tidak ada lagi yang perlu diucapkan. Seolah-olah kejujuran tidak lagi menjadi hal yang penting. Atau, memang lebih baik berpura-pura saja di dalam lingkaran ketidakpastian ini? Jalannya waktu terlihat tidak pernah lagi mendukung. 
Seandainya ada malaikat yang baik hati akan memberitahu jalan kebenaran. Mungkin dia akan mengunjungi kamarku dan berkata: Semuanya akan baik-baik saja selama seutas hubungan tidak pernah putus. Mengapa manusia satu itu sangat menyebalkan? Setiap kali aku melihat wajahnya, terdapat banyak emosi yang menggoncang hati dan pikiran, menerbangkanku ke suatu ruang di luar kesadaran. Mengkristal dalam fantasi yang bersifat  impulsif. 
Beberapa orang sudah mengutarakan pendapat yang sepertinya benar, namun bibir ini selalu tersenyum menjawabnya. Kayaknya lebih baik seperti itu, daripada terang-terangan menolak seluruh pendapat itu... maka warga dunia akan sepakat menyerbuku. Berpikir bahwa ketololan telah mengusik pikiranku, akal seolah tidak lagi jernih, mata seolah memerih, dan telinga seolah menjadi tuli. Terjebak di balik gerbang nostalgia yang terkunci dengan gembok baja dingin; tanpa harapan. 
Akan tetapi, hampa bukan kata yang tepat. Tidak akan ada lagi kehampaan selama dia masih ada. Walaupun terkadang pergi, di saat itu hati menjadi eksplosif dalam kesesakan. Datang tanpa ada keperluan, dan pergi tanpa penjelasan.
Rasanya ingin pergi ke dimensi itu, saat di mana semuanya terasa baik-baik saja. Tidak ada pengharapan, tidak ada lekecewaan, hanya pertemuan-pertemuan hangat melegakan hati. Tersipu dalam gelapnya langit malam, di samping manusia yang siap menerbangkanmu. Itu lah perasaan paling unik yang pernah ada.
Bumi berputar, sang Waktu terus-terusan menguntit, seolah bekerja sama menggiring segala kenangan pahit maupun manis. 

Comments

Popular Posts