From Summer to Spring - part 1


Jason
Sat, Aug - 24 – 2009
Malam ini adalah malam terakhirku di California; aku mengepak pakaianku, perlengkapan fotografiku, dan... pokoknya semua barang milikku. Aku sudah terlalu lama mengisi musim panas ini di pantai, kurang lebih sejak akhir Mei. Terlebih lagi, aku menemui seorang gadis yang sangat manis, aku menemuinya di pantai, dan oh, sayangnya aku hanya bisa menemuinya sementara. Untung saja, aku sempat meminta nomor teleponnya sehingga tidak menutup kemungkinan kalau kita akan bisa berjumpa lagi. 

Aku bahkan tidak bisa berhenti memikirkannya, aku juga sempat memotrait wajahnya secara diam-diam, dia tidak akan menyadari hal itu. Mulai timbul perasaan yang menghambatku untuk pergi dari tempat ini. Tetapi, orangtuaku sudah menungguku untuk berkunjung ke New York.

Karen 
Sun, Sept - 1 - 2009
Aku sangat beruntung dan sangat senang karena pada akhirnya—tepatnya pada akhir bulan Agustus kemarin yang aku lupa tanggal berapa—aku bisa pergi ke pantai Coronado, California. Aku belum pernah pergi ke California sebelumnya. Mom dan Dad memang sudah merencanakan liburan ini sejak bulan Februari lalu. Meluangkan waktu untuk bersantai di sana adalah hal yang perlu dicatat. Apalagi, saat mengetahui bahwa kita berangkat pada awal bulan Juni lalu—musim panas.
Ada banyak remaja-remaja keren yang mengadakan night beach party setiap malam, bayangkan! setiap malam sekitar setengah kilo meter dari hotel tempat aku menginap, aku harus mendengar suara musik nyaring yang menggetarkan pantai bersuasana sejuk itu. Namun, Mom dan Dad tidak pernah membiarkanku untuk mengikuti pesta tersebut. Mereka berkata bahwa masih terlalu kecil bagiku—seorang perempuan kecil berumur 16 tahun—untuk bisa menggoyangkan pinggul dan meminum minum-minuman yang berakohol tinggi.Ya-ya-ya..., aku tidak pernah menghadang perkataan mereka.
Suatu hari, saat aku sedang di kamarku, aku menyadari sesuatu, papan selancarku menghilang! Aku begitu panik sampai aku harus menanyakan hal ini kepada salah satu pelayan hotel. Aku mencarinya kemana-mana, tapi tidak menemuinya. Hari itu sudah malam, aku, Mom, dan Dad sudah selesai makan malam. Aku menangis karena aku tidak bisa menemukan papan seluncarku, itu adalah pemberian terakhir dari Grandpa, aku telah berjanji akan menjaganya. Mom dan Dad mencoba untuk menenagkanku dengan wacana akan membelikanku papan selancar yang baru. Aku tetap mengiyakan pembicaraan mereka.
Aku memutuskan untuk mencarinya ke pantai. Aku mencoba untuk melihat ke sekeliling, tidak ada papan selancar di mana pun. Lalu, aku menemui seseorang laki-laki. Dia menghampiriku—kalau dilirik dengan tajam, lelaki itu benar-benar tampan. Untung saja dia masih memakai baju kaos lengkap dengan celana pendek bermotif abstrak pohon kelapa. Pada awalnya, dia mengajakku untuk bergabung ke pesta, tapi aku menolaknya karena... ya, kau tahu lah! Tidak lama saat dia berdiri di sampingku, aku menyadari sesuatu, dia memegang papan selancar di tangan kirinya. Papan selancar itu sangat mirip dengan kepunyaannku—itu papan selancarku! Aku langsung memintanya dari dia, tetapi dia menolak permintaanku, dia baru memberikannya kepadaku jika aku ikut ke pesta itu bersamanya. Aku merasa tidak ada pilihan lain, maka aku mengikutinya.
Sangat konyol, aku berdansa dengannya! Musik berlantun sangat kencang. Dia itu, kan, stranger, apa yang sedang kulakukan pada saat itu sangat aneh, bahkan aku tidak sempat berkenalan dengannya. Tapi, aku senang bisa berdansa dengannya. Dia sangat manis dengan rambut hitamnya yang berponi menjulur ke dahi, tubuhnya.... mmm... dia tidak sangat atletis. Kupikir dia seperti seorang nerd, tapi aku tidak bisa langsung menyimpulkannya seperti itu, buktinya dia berada di pesta seperti ini.
Malam itu berjalan sangat mulus. Aku mendapatkan papan selancarku kembali sekaligus orangtuaku tidak mengetahui kejadian itu.

Jason
Mon, Sept – 2 – 2009
Hari pertama sekolahku, tidak terlalu buruk. Aku mempunyai teman-teman yang menyenangkan, mereka menghampiriku dan mengajakku bermain basketball. Aku belum pernah bermain basketball. Baiklah, mereka adalah teman-teman pertamaku di SMA. Mereka semua adalah remaja-remaja yang gila, bahkan sebagian besar dari mereka sudah memiliki kekasih. Aku sempat merasa minder, tapi mereka tidak berusaha untuk mem-bullyku karena aku belum pernah mempunyai pacar. Ya, aku hanya memiliki seorang gadis yang bisa aku puja-puja dari jauh. Wow, aku bahkan belum mengenalnya sangat dekat. 
Akan tetapi..., oh, ya! tidak! aku akan segera mengenalnya karena ternyata kami berdekatan, kami berada di kota yang sama—di sekolah yang sama pula. Dia duduk di kelas 11, sedangkan aku kelas 12. Aku menemuinya di kantin sedang bersama teman-temannya; aku langsung menghampirinya. Kami tidak banyak berbincang karena bel sekolah memisahkan kami, terpaksa untuk kembali ke kelas masing-masing.

Karen
Mon, Sept – 2 – 2009
Kau tidak akan percaya hal ini! NO! gak akan!! Aku menemui lelaki itu lagi, di sekolahku! Ya ampun, rasanya aku ingin meleleh, ternyata dia juga kenal dengan temanku, Caitlin. Mereka terlihat cukup akrab, aku tidak tahu mereka bertemu di mana. Tetapi, aku tidak peduli, Caitlin pun langsung  mengenalkanku padanya, namanya Jason. Dia tersenyum padaku. Sangat tampan. Sepertinya aku benar-benar menyukainya.

Jason
Fri, Sept – 13 – 2009
Malam ini akan terdengar sangat fantastis. Tunggu, jam berapa sekarang? Jam 1 pagi. Aku telah berjalan-jalan dengan seorang gadis sampai pukul 1 pagi! Bukankah hal itu gila? Wow, aku benar-benar menyukainya. Aku sangat bahagia. Hatiku melayang-layang bagaikan daun-daun musim gugur—yang berwarna kecoklatan merona—yang mulai bertebaran bersama angin. Kejadian seperti ini sangatlah jarang. Aku berhasil mendapatkan hati seorang perempuan.
Dia mengenakan dress berwarna kuning pucat selutut, dan kepangan rambutnya yang menyamping membuat wajah dia semakin manis. Namanya? Tidak, aku tidak akan memberitahumu nama dia sampai aku benar-benar menjalani suatu hubungan specialbersamanya.
Kami pergi ke bioskop untuk menonton film berjudul Now You See Me. Ya, aku tahu, film itu benar-benar tidak pantas untuk ditonton sebagai tujuan kencan pertama, tapi mau gimana lagi, aku sudah lama ingin menonton film ini. Dia pun begitu, rupanya aku dan dia memiliki selera yang sama. Bukan hanya itu, aku berhasil menggenggam tangannya, dia bahkan bersandar di pundakku. Sepertinya aku sudah membuat seorang perempuan merasa nyaman di dekatku. Musim gugur tahun ini rupanya akan segera menjadi background kisah cinta yang akan aku rajut. Yes!
Karen
Sat, Sept – 14 – 2009
Baru saja seminggu memulai masuk sekolah lagi. Aku sedang dimabukkan oleh setumpuk tugas dari beberapa guru yang menyebalkan. Teman-teman sekelasku mulai mengetahui tentang perasaanku kepada Jason karena gerombolan gank Rosy Boob—gankcewek aneh yang hobinya remedial berjumlah 5 manusia—memergogiku sedang menatap Jason bermain basketball. Aku tidak bisa membayangkan betapa malunya aku, saat aku menyadari bahwa air liur menetes ke atas bleachers  khusus penonton.
Aku melakukan sedikit teknik pendekatan yang diajarkan Caitlin kepadaku—dia sudah mengetahui bahwa aku merupakan The Jason’s Secret Admirer. Aku membawakan dia dua botol minuman Pocari Sweat berukuran sedang. Lalu, dia melempar senyum dan berterima kasih kepadaku. Aku tidak bisa berhenti memikirkan kejadian itu.
Oh, ya... selain itu, aku juga sedang memikirkan setelan yang harus aku pakai untuk acara ulang tahun Caitlin pada hari Minggu malam besok, jadi... aku dan Caitlin akan pergi belanja item yang kami butuhkan, seperti dress cantik—aku ingin memakai dress dengan lengan sepanjang siku, tapi berwarna transparantmake up, hair-blowing do, sepatu, dan... sebagainya. It will be a big night, you know!?
Tue, Sept – 17 – 2009
Dua hari. Sudah berlalu dua hari. Kau tidak akan percaya ini. Bulan ini adalah bulan yang buruk. Aku tidak bisa... aku tidak bisa.... Rasanya sakit. Aku tidak bisa berhenti mengangis sejak malam itu. Aku merasa bodoh, aku merasa telah dijahati oleh temanku sendiri. Betapa teganya. Aku hanya ingin meluapkan semuanya. Aku tidak tahan akan semua ini, inilah rasanya sakit hati. Aku pernah mengalami ini sebelumnya, saat Grandpa pergi. Aku ingin menceritakan semuanya padamu, semuanya. Aku janji akan menceritakan semuanya, tapi aku tidak sanggup untuk menceritakannya sekarang. Tanganku gemeteran. Mataku merah, aku menerangkap diri sendiri di sudut ruang kamarku. Ah, udah lah, aku malas membicarakan hal ini.

Jason
Mon, Sept – 23 – 2009
Namanya Caitlin. Kami telah bersama selama seminggu—aku sudah katakan, bukan? Bahwa aku akan memberitahumu nama gadis istimewa ini jika aku sudah bersamanya. Hari-hari yang begitu menyenangkan. Aku telah menyatakan perasaanku padanya di hari ulang tahunnya—seminggu lebih satu hari yang lalu—yaitu pada hari Minggu, tanggal 15. Maafkan aku karena aku telat menulis hal ini, aku harap aku bisa menulisnya tepat waktu. Tetapi, aku terlalu asik berbincang dengannya melalui sosial media yang sebenarnya sangat jarang aku gunakan, kecuali jika memang ada hal penting untuk dikabari.
Okay, Caitlin adalah pacar pertamaku. Dia lah perempuan yang aku temui di pantai California. Dia lah gadis yang aku portrait wajahnya. Dia lah yang menantangku untuk berselancar pada malam itu, tetapi selancarku malah diambil oleh seorang perempuan—dia adalah Karen, temannya Caitlin. Dia bilang, selancar itu adalah miliknya, jadi, ya, tentu aku kembalikan—aku menemukan papan selancar itu tergeletak di pondok dekat kedai penjual es kelapa. Tidak disangka, aku juga bertemu dengannya di sekolah.
Caitlin sempat khawatir akan menyakiti perasaan temannya itu, tetapi aku berhasil meyakinkannya kalau semuanya kaan baik-baik saja. Jadi, dia menerimaku. Dan aku sangat senang akan hal itu.
Wed, Oct – 2 – 2009
Aku tidak menemui Caitlin di mana pun hari ini. Dia seperti menghilang secara dadakan, bahkan aku tidak tahu kemana dia saat pulang sekolah. Biasanya aku akan mengantarkan dia pulang, atau kami akan menongkrong sebentar ke suatu tempat.
Aku sempat bertanya kepada Karen di mana dia, tapi Karen tidak menjawabnya. Karen hanya terdiam sambil menundukan wajahnya, lalu mengempas dirinya melewatiku di koridor.

Karen
Wed, Sept – 25 – 2009
Suasana taman ini terlalu sejuk untuk disinggahi oleh manusia yang sedang berhati buruk saat ini. Pohon-pohon sudah mulai menyambutku dengan tarian indah dedaunan coklat-kuningnya yang berjatuhan di bawah kakiku. Tempat ini adalah tempat favoriteku, tepatnya berada di dekat danau Bluetears, Central Park.
Aku melihat sekelilingku—ada dua anak lelaki berambut pirang dan berambut hitam yang sedang bermain football; anak perempuan yang duduk di kursi roda bermain gelembung tiup bersama ibunya; dan segerombolan anak-anak berkostum TK yang sedang bermain Ular Naga. Mendadak, aku merasa rindu dengan masa kecilku, aku pernah mengalami semua masa-masa itu. Aku tidak pernah merasakan sakit hati seperti ini. Aku tidak pernah marah kepada sahabatku gara-gara seorang lelaki, kecuali jika dia merebut koleksi mainan boneka barbieku, lalu aku akan menangis—bukan nangis yang seperti ini, tangisan yang berbeda. Tangisan yang sangat berisik membuat orang-orang melirik ke arahku.
Tidak ada alasan lagi bagiku untuk mengharapkan Jason.


Comments

Popular Posts